Selasa, 16 Juli 2013

Mana Fokusmu? Aku atau Kera Betina Itu?

Pagi ini aku memulai hidup dengan menatap cahaya matahari yang curi-curi pandang dari balik dedaunan pohon raksasa. Pohon itu tumbuh menjulang mengejar awan. Dihiasi tumbuhan merambat yang menggantung di atas sana, indah memanjakan mata. Udara segar khas daerah pegunungan memelukku, mencuri kesempatan masuk dan menyelip lewat jaket yang aku kenakan, menyentuhkan dinginnya. 

Sinar matanya menatapku, mencuri jemariku dan merapatkannya dengan jemari miliknya. Ia menggandengku lembut, mengajakku masuk ke dalam sana. Langkahku sedikit tertinggal dari langkahnya tapi ia sadar lalu memperlambat langkahnya. Dia milikku. Aku miliknya.

Kami sama-sama tersenyum dan saling menatap dalam diam, dalam kesunyian pagi pegunungan. Ada hal yang kami pendam, namun kami sama-sama tak mengerti apakah hal yang kami pendam itu. Kami diam dan diam, hanya suara ayunan yang berkarat serta serangga kecil yang mengisi sunyi kami.

"kamu cemburu?"
"tidak."
"lalu?"
"aku tak suka merasa seperti ini. aku tidak suka harus merasa cemburu."
"kamu cemburu karena apa? karena hal yang kau baca?"
"iya, tapi aku tau aku tidak seharusnya cemburu seperti itu..."
"wajar. tapi kamu tahu, kamu tidak akan ada habisnya cemburu bila terus membacanya. kau tau aku tidak berkomunikasi lagi dengannya. dan aku milikmu sekarang."
"sebenarnya hanya dua kali aku membacanya..."
"kamu takut aku kembali lagi padanya?"
"bukan..."
"kamu kenapa tak bisa percaya padaku?"
"aku percaya kamu tapi..."
"itu namanya belum percaya. apa yang tidak kamu percayai dari aku?"
"aku juga tak tahu mengapa aku masih belum dapat percaya padamu. hal itu buruk, dan aku mau menghilangkannya."
"yasudah, lalu, kita harus apa untuk menyelesaikan masalah ini?"
"aku harus percaya kamu."
"lalu?"
"untuk percaya, aku harus belajar lebih keras lagi."
"baiklah kalau begitu... kamu tau, mau sekeras apa seorang pria menggoda, asalkan wanitanya tak menanggapi, maka tak akan ada yang terjadi."
"iya... hanya, aku takut memikirkan, bagaimana bila nanti akan ada pria yang lebih baik dari aku dan bertemu denganmu."
"hahaha kalau begitu itu lucu.. mengapa tak kau balik saja, coba kau pikirkan bagaimana perasaanku juga. jika aku memiliki ketakutan yang sama, kamu bertemu dengan wanita yang lebih baik dari aku."
"...."
"cemburu? pasti. tapi aku hanya sepintas saja, rasa cemburu berlebihan hanya akan menimbulkan masalah diantara kita. dan itu sangat membuang waktu."
"..."
"aku sayang kamu..."
"aku juga sayang kamu..."

Lalu kera betina yang sedari tadi mengamati kami membuang muka saat kami memberikan perhatian padanya. Kami berjalan pergi dan dia mengikuti, tampak jejak air mata pada wajahnya, dia sedang bersedih hati. Mungkinkah dia diusir dari kelompoknya?





note : aku tahu, kau bukanlah semestaku, dan jangan mencoba untuk menjadi semestaku. cukup menjadi milikku yang memiliki aku, maka kau rajai aku dan duniaku, jadikan aku ratumu serta duniamu. 

Senin, 15 Juli 2013

Bukan Tentang Merah Atau Biru

dan hanya tersisa batang kering diujung jurang, mengerikan. lebih mengerikan dari berada di pojok buritan kapal lalu melongok ke bawah, ke lautan dalam. 

wanita itu menatap pria di depannya dengan nanar, dengan luka yang masih segar menganga. berkali-kali ia seka airmatanya dengan tissiu roll yang ia genggam di tangan kiri. tangisnya deras, amat deras, namun.. dia hanya menangis dalam diam, dalam sunyi. gaun merah selutut tanpa lengan yang ia kenakan tampak lusuh, terlalu lusuh untuk ukuran gaun yang baru saja ia pakai. giginya ia katupkan kuat-kuat, ia tahan bibirnya bergetar menahan amarah dan kecewa. matanya bak batu saphir yang baru saja di poles, berkaca-kaca dan bercahaya. lalu dia membuang muka ke arah lain, menarik nafas, lalu menunduk lesu.

si pria diam, berusaha untuk tetap duduk tegap dan tegar sembari melihat wanitanya terluka dan membiarkan airmata si wanita membanjiri relungnya. ia hampir tak tahu harus berkata apa untuk menenangkan wanitanya. ia hanya bisa menatap wanitanya, tanpa melakukan apapun. bibirnya ia katupkan, tak kalah kuat dengan si wanita. ia pasang mata yang kokoh bak batu gunung. telinganya mencari dan terus mencari suara itu, suara terisak dan terluka, suara hati yang patah karena ulahnya, tapi tak bisa ia temukan, entah mengapa. ia berharap lima belas menit yang lalu bisa ia block lalu ia delete, ia ingin mengulangnya kembali, saat tawa dan canda masih menghiasi obrolan kecil mereka, sebelum tangis dalam diam wanitanya ikut mengikis hatinya.

wanita itu mengangkat kepala...mengagetkan dunia, menghentak semesta.
"sudah beberapa menit kita terdiam"
"iya"
"tak maukah kau menyelesaikannya sekarang?"
"aku..."
"belum cukupkah air mataku?"
"ti,.."
"ingin kau tambah, mungkin?"
"aku..."
"apalagi yang ingin kau sampaikan?"
si pria lelah akan mulut wanitanya yang tak bisa diam, ia dekap erat tubuh sang wanita lalu menumpahkan isi otaknya, pikirannya.
"dengar, bukan hanya kau seorang yang terluka. aku juga. aku telah berjanji padamu sebagai seorang pria tak akan meninggalkanmu, tapi kini aku mematahkan janjiku, aku bukanlah lagi pria tanpamu."
tangis si wanita makin deras, isaknya kini mulai terdengar oleh telinga si pria.
"aku mencoba untuk melawan, kita sudah berusaha melawan, tapi..."
datang wanita dengan gaun biru menyapa sunyi mereka...
"sudah siapkah kita pergi? gereja tak akan menunggu kita lebih lama lagi. kau sudah berjanji kita hanya akan terlambat tiga puluh menit, tak lebih. tapi pasti kalian berdua memakai jam tangan, lihatlah, ini hampir empat puluh lima menit berjalan. kau tidak sengaja ingin memberikan kesan buruk pada pernikahan kita kan? tak perlu juga kan aku menelpon ibumu dahulu?"
mereka melepaskan pelukan yang menenangkan itu, saling menatap dalam bola mata. sang wanita tersenyum dan mencium pipi si pria untuk yang terakhir kali, ia berjalan pergi setelah sebelumnya membisikkan, "kau tahu tak mungkin aku bahagia untukmu juga, tapi semoga kau bahagia dan cobalah untuk bahagia. semoga... tak ada lagi yang harus terluka."

wanita pergi, meninggalkan si pria yang sudah di sanding wanita gaun biru.