Selasa, 19 Februari 2013

Cerita Dalam Satu Malam


Malam itu Bintang kembali mengganjal pipinya dengan kepalan jemari tangan kiri. Tidak mengantuk, ia mencari inspirasi seperti biasanya. Tak hanya ditemani malam,  bahkan pagi pun ikut perduli dengan apa yang ia lakukan.

Tiba-tiba Bintang sesak dihadapan laptop kesayangannya. Ia tak kuasa menahan rasa gemas karana membela sang tokoh dalam lift yang Layang tulis. Ia memutar otak berkali-kali. Menyaring kata demi kata agar ia tak salah membela sang tokoh. Tiap karakter yang menyusun kalimat argument dan pembelaan si Bintang bagai pisau bermata dua. Kalau ia tepat atau mendekati benar bisa saja Layang mempertimbangkan nasib sang tokoh yang Layang tulis. Tapi kalau ia meleset, ia akan melukai dirinya sendiri dengan rasa malu yang mungkin mampu membakar otak. Tak hanya melukai dirinya sendiri, ia akan tambah meyakinkan Layang kalau nasib sang tokoh di lift memang pantas demikian adanya.

Semuanya berjalan alot, Layang tak begitu saja menerima dan membenarkan apa yang Bintang katakan. Layang  justru semakin membuat gila si Bintang walau hanya dengan beberapa suku kata. Bintang merasa seperti sedang diuji. Nyalinya hampir benar-benar menciut saat ia mampu meraih kembali kehidupan nyata dan keluar dari emosi cerita yang Layang tulis. Sesak. Tiba-tiba sesak yang biasanya Bintang rasakan karena penyakit lama pun berubah alasan. Sesak datang karena Bintang merasakan hawa lift yang terasa begitu sempit dan semakin sempit seiring berjalannya waktu. Bintang makin tak mampu meneruskan. Tapi ia tak mau menyerah, ia terus menjungkir-balikkan otak agar ia dapat menemukan kelemahan lift.

Emosi. Kali ini Bintang merasa emosi yang lebih dari gemas. Siapa yang membicarakan cinta? Batin Bintang. Daritadi ia hanya berkutat pada tiap kata yang Layang sampaikan. Berusaha hampir mati-matian agar nasib sang tokoh bisa sedikit beruntung. Setidaknya jangan tewas ditempat, pinta Bintang. Berikan sang tokoh alasan untuk tersenyum senang, bukan senyum miris. Senyum yang ditujukan untuk Sang Maha Adil karena mampu melihat kembali cahaya dan udara kebebasaan.

Lega. Bintang mulai menarik nafas panjang kembali dan menghebuskannya ke depan layar laptop. Sedikit embun di layar membuat Bintang tersadar bahwa pagi sudah menemaninya sejak 60 menit yang lalu. Memang dingin, tapi tertutupi hangatnya bayangan udara di lift. Layang memberikan Bintang “lega” karena sang tokoh nantinya akan tewas di tempat namun sembari tersenyum, senyum senang. Bintang penasaran, berapa lama waktu yang sang tokoh dapatkan untuk tersenyum sebelum akhirnya tewas di tempat? Apakah cukup untuk berkata maaf pada Tuhan? Apakah cukup untuk menitipkan salam kepada orang-orang yang ia kasihi? Apakah pinta Bintang itu terlalu duniawi? Entahlah, Bintang belum menanyakan pada Layang.

Bintang kembali berpikir namun dengan perasaan yang lebih tenang. Ia sedikit bingung. Memangnya siapakah para tokoh dalam kisah yang Layang tuliskan? Kenapa Bintang repot-repot memperjuangkan nasib mereka? Sang karyawan kantor yang pemabuk, namun tak sedang mabuk saat terjebak di lift. Ia tewas di tempat dalam kebosanan. Kebosanan karena berusaha untuk keluar dari lift itu. Kasihan. Bahkan seseorang yang berusaha untuk hidupnya dengan keras saja tak diberi kesempatan untuk hidup lebih lama oleh Layang. Sadis. Lalu, sang wanita karir yang kata Layang ia adalah seorang wanita yang spesial. Mempunyai modal untuk keluar dari lift tersebut, pisau lipat dan handphone. Tapi tetap saja, Layang tidak memberikan ia hidup. Bahkan Bintang bingung, kenapa Layang seperti tak ingin memberikan kesan jika mereka dapat keluar bersama-sama? Apakah karena Layang takut nantinya kalau hidup mereka akan jatuh cinta? Seperti tergambar di atas air. Bintang tahu, Layang memang tak seperti yang lainnya. Bintang diam namun tetap berusaha mengobrol dengan Layang.

Malam sudah terlarut. Bintang dan Layang larut dalam malam yang makin terhanyut waktu. Pagi menyambut sedari tadi. Namun antara Bintang atau pun Layang seperti perduli tapi tidak perduli. Saling mengingatkan dan saling membayangi. Bintang merasakan atom menggantung dan menggelayuti matanya namun ada perasaan ingin sekali menemani Layang dalam hati. Jadi Bintang bertahan dengan keras hati.

Layang kembali menemukan kekuatan dan kelemahan si lift berkat si Bintang. Ada sedikit perasaan tersipu malu karna Layang mengatakan hal tersebut. Bintang seperti merasakan ada suntikan materi Planet Venus yang membuat ia merasa terang dan lebih terang dari mentari pagi kala itu. Bintang tetap mencoba kalem dan diam.

Pagi cepat sekali berlari menjemput Bintang dan Layang. Akhirnya Layang menutup percakapan dengan “Selamat pagi lagi Bintang”. Off.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar