Rabu, 22 Mei 2013

Gaun Lumpur Wanita dan Gereja

Maka berkatalah seorang wanita pada langit, "apakah Tuhan-ku mau aku merasa cukup? Menyudahi apa yang telah Ia pertemukan?". Runtuhlah tanggul kokoh yang ia gunakan untuk menghalangi matanya membanjir. Ia hela nafas dalam-dalam, mencoba menahan airmatanya meluap semua. Mencegah matanya kering. "apakah hati yang Tuhan pertemukan ini lagi-lagi tak diizinkan mencoba? Aku masih mau! Walau tertatih menujunya, Tuhan". 


Duduk tersungkur pada rumput yang berembun, lagi-lagi ia lakoni. Tak perduli dingin udara pagi menjeratnya. Ia tetap disana, sendiri.



Lama, terlalu lama ia terdiam. Tak mengucapkan satu pun kata hingga ia tertidur di atas pulau hijau penuh lumpur. Ia dekapkan kedua tangannya di depan dada, menahan dingin. Susah payah dia bangunkan dirinya sendiri. Melawan lemahnya, melawan egonya. 



Ia duduk, dengan mata berkantung hitam dan membengkak. Rambutnya basah, bekas hujan. Gaun putihnya kotor dimana-mana. Lumpur telah mengambil alih kecantikan gaun putih suci tersebut. Dadanya sesak, merindukan seseorang. Hatinya penuh luka, menantikan kehadiran seorang manusia. Bibirnya yang tipis dengan balutan lipstik warna peach telah pudar. Makin eratlah pelukan tangannya kepada gaun tersebut. Ia tak perduli sedikit pun pada lumpur yang basah itu. Ia remas kuat-kuat kakinya. Ia paksakan berdiri, walau menggigil dan sesekali terjatuh keras.



Lonceng gereja berdentang, suaranya memanggil manusia dimana-mana. Ia naikkan kepalanya yang sedari menunduk, memerhatikan kakinya yang telanjang. Ia lupa dimana dan kapan terakhir kali mengenakan sepatunya. "Tuhan, hati manusia yang akan kau satukan sedang sendiri, biarkan ia sendiri."
Sang wanita berjalan anggun, seperti yang seharusnya ia lakukan. Ia sambut dengan senyum wajah-wajah yang mengkhawatirkannya. Ia gandeng ayahnya, membisikkan kata untuk mengantarkannya sampai di pelataran gereja. Tanpa satu pun kata, mereka jalan perlahan. Melewati manusia-manusia yang penuh dengan mimik terheran-heran. Ia makin erat memegang tangan ayahnya, lalu pintu gereja ramai, oleh seorang pria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar