Sabtu, 04 Mei 2013

Sang Gadiskusi Hati

Pernah suatu ketika seorang gadis menantang kemampuannya sendiri. Dalam segala hal ia coba, ia belah-belah dan pisah-pisah semua perbedaan membentuk pattern baru yang mungkin asing untuk dirinya sendiri. Ia mencoba bertahan, demi sebuah alasan, demi sebuah fakta yang tak bisa ia hindari. 

Lalu sampai ia mendengar sebuah kata-kata dari seorang pria paruh baya, "Saat kau berjalan dalam ruang gelap, jadilah cahaya yang terang dan menerangi. Jangan justru kamu terlena dan redup akhirnya menjadi satu dengan gelap". Ia ingat, semenit yang lalu tepat ia akan menyerah akan semua tantangan yang tidak ia bayangakan. Tidak lagi kini, ia tersenyum, hampir menangis karenanya. Ia memang tak begitu menyukai pria paruh baya ini, tapi apa ia katakan benar adanya. Tentu saja pria ini sudah pernah berkali-kali tenggelam dalam lautan garam pengalaman. Ia tulis keyakinan dan kepercayaannya pada selembar kecil kertas. Ia pilih tinta warna merah sembari membayangkan mimpinya, ambisinya, yang tak pernah memaksa. 

Malam ini, sang gadis sedang memikirkan yang lain. Memikirkan seorang lelaki yang sekitar lima tahun lebih tua secara umur darinya. Isi otaknya yang misterius selalu menjadi favorit sang gadis. Tak pernah si gadis mampu menerka apa yang ada dalam pikiran lelaki itu. Sangat tidak bisa, selalu sekaligus kadang terlalu out of the box. Sang gadis terkungkung dan menikmati ada dalam tengah-tengah otaknya. Sang gadis jatuh cinta.

Sang gadis terkadang merasa sangat ingin menyambut si lelaki di pelukannya. Kalau perlu, saat si lelaki lelah akan panggung yang digarapnya, si gadis akan memijat lembut tiap jengkal lelahnya. Melemaskan kembali otot yang muak akan keramaian dunia. Menenggelamkan si lelaki dalam syahdu sepi cintanya. Memeluknya hangat dan menenangkan otaknya dari keriuhan yang tak ia harapkan. Sang gadis ingin si lelaki menganggapnya rumah. Si lelaki bisa kembali kapan saja, hatinya terbuka tiap waktu hanya untuk dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar