Sayup-sayup kudengarkan lagu instrument itu. Begitu romantis
dan mematikan segala hal indah di dunia untuk sementara. Memancing air mataku
untuk menunjukkan eksistensinya yang tak diragukan lagi. Membawaku melayang dan
bebas untuk terbang. Membiarkanku terbuai dengan semua alunannya. Dan
mendorongku untuk berani berangan-angan dengan bebas. Mengajakku untuk menyelam
lebih dalam. Menggandengku menuju imajinasi yang liar tentang dia. Iya, liar!
Aku lagi dan lagi, melamun, menyusun perlahan semua pertanyaan. Berharap suatu
hari nanti, semua jawaban akan aku temukan, entah bagaimana caranya.
Dia! Siapa dia berani mengganggu pikiranku? Meracuni otakku
dengan hanya dia dan dia. Mengasah otakku untuk lebih tajam dan peka tentang
dia. Menghujaniku dengan berjuta-juta rasa penasaran. Siapa dia?!
Dan dia! Mengapa dia? Kenapa harus dia yang merangkak di
hari-hariku? Perlahan tapi pasti meningkatkan intensitasnya untuk mencampuri
setiap tindakanku. Dikit-dikit dia! Lagi-lagi ada dia! Disetiap obrolan kecil terselip bayangan
tentangnya. Dia! Mengapa harus dia?
Tuhan, makhluk seperti apakah dia? Bagaimana kau menciptakan
hatinya yang kaya? Bagaimana kau menciptakan ekspresinya yang terbatas namun
perlahan mampu berkembang? Bagaimana kau menciptakan fisiknya? Bagaimana kau
menciptakan lingkungan keluarganya? Bagaimana kau menciptakan lingkungan
sosialnya? Bagaimana? Bagaimana? Dan bagaimana? Selalu saja dia! Yang membuatku
bertanya-tanya dan sering bercengkrama dengan Tuhan. Aku menjadi teramat rakus
untuk mengetahui tentang dia. Ini akibat dari ulahmu hadir disetiap malamku,
tahukah kamu?
Tuhan, apa kau menciptakan hatinya dari sebongkah es yang
kau ambil dari planet Mars? Mungkinkah Tuhan? Dia hangat, amat hangat. Namun
tak jarang dia juga menjadi teramat dingin. Hatinya Tuhan! Hatinya! Hati yang
begitu unik, yang membentuk pribadinya seperti barang antik. Hatinya Tuhan!
Yang membuatku jatuh simpati dan seperti disegarkan kembali. Membuang
berkas-berkas lama yang membosankan. Sarang laba-laba yang menjadi rumah
kemonotonan seperti disingkirkan, jauh! dan jauh! Dia, memperbaharui
hari-hariku 3 bulan belakangan ini. Yah, walaupun malam dan pagi yang larut
menjadi teman kami hampir setiap hari, aku tak merasa keberatan. Dan ya!
Walaupun aku harus rela menambah kantung mata yang berubah warna. Semua hal itu
menjadi membahagiakan, ya…karena dia!
Nah Tuhan! Ini hal yang membuatku mati penasaran. Terbaring
koma dalam keheranan yang memuncak. Bagaimana dia bisa begitu ‘tanpa ekspresi’?
Maksudku, bagaimana dia bisa menahan ekspresi-ekspresi yang sering aku
ungkapkan? Seperti tertawa terbahak-bahak, dan… ah! Susah Tuhan, terlalu sudah
dia untuk dituliskan. Terlalu rumit untuk digambarkan. Padahal, dia cukup
sederhana dalam segala hal, menurutku. Lihat? Lagi-lagi aku tak mampu menyembunyikan
rasa gemasku akan kecuekannya. Tapi…dia membuat aku koma. Lalu…bagaimana?
Aku terkadang terlumat dalam lamunan. Membayangkan seperti
apa Tuhan menciptakan fisiknya. Apakah dia seorang pria yang perawakannya
kurus? Dengan rambut yang sedikit ikal dan dibiarkan panjang menyentuh daun
telinga. Lalu, seberapa tinggi dia? Apakah…dia melebihi tinggiku? Atau justru
dia berada di bawahku? Mungkinkah dia…mempunyai tinggi badan yang sama
denganku? Bagaimana dengan warna kulitnya? Perasaanku bilang kalau dia memiliki
kulit berwarna kuning langsat, lebih cerah daripada aku. Benarkah? Mari kita
bicarakan area wajah! Aku benci matanya, sungguh. Di dalam gambar kamera hitam
putih itu, yang nampak amat menantang adalah matanya. Matanya yang tanpa ekspresi!
Tuhan, sungguh dia menyiksa hatiku. Membuatnya kelelahan karena setiap hari
harus berloncatan menatap matanya. Lihat! Lihatlah garis tulang pipinya,
sedikit tirus, iya kan? Lalu…bagaimana dengan garis bibirnya? Melengkung ke
atas atau ke bawah? Ah sudah-sudah! Makin aku merinci dia, makin aku tak dapat
tidur nyenyak malam ini.
Jadi, dia anak pertama dari dua bersaudara. Dia memiliki
adik yang seumuran denganku tapi sudah mulai masuk bangku kuliah semester
pertama. Tak banyak yang aku ketahui tentang lingkungan keluarganya. Karena, ya
memang dia bukan tipe yang mudah saja terbuka. Semua hal bertahap dan aku tak
ingin memaksakan. Setiap pertanyaan yang tak terjawab adalah peringatan yang
berkata, ‘belum, belum waktunya kamu tahu, nanti’. Jadi, ya aku maklumi saja. Tapi
sungguh, aku bahagia diukur dari segi apapun aku mengenalnya.
Dia! Lagi-lagi pintar membuatku merasa bahagia. Dia! Malam ini
menempelkan sejuta senyum zombie terbaikku pada timeline perkenalan kami. Ah dia
itu memang! Teramat menggemaskan. Selalu memancing untuk dihujani rasa sebal
karena sifatnya yang-iya-mematikan.
Dia, selamat pagi!
Inspired by : Kenny G-Innocence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar