Jumat, 14 Juni 2013

Laki-laki yang Muntah Otak dan Hati


Malam ini, ada seorang anak laki-laki
Mempertanyakan banyak hal kepadaku
Aku hanya diam, menunggu dia berkumpul keluhnya

Dia bertanya mengapa harus ini-harus itu, jika (bahkan) aku pun tak seperduli itu padanya

Dia bertanya mengapa aku jarang atau bahkan tak pernah memulai dahulu untuk melebur rindunya

Dia mempersilahkan aku duduk di atas kursi goyang
Dia ayunkan perlahan
Boleh saja aku terayun-ayun dalam ketidakpercayaan
Tapi ia telah berusaha, perlahan...

Dia lalu makin menggebu
Emosinya yang tertahan dan tersumbat, semua menjadi mampat dan berat
Meledak tidak meledak, meluap tidak meluap

Orang lain berfikir,

Hidupnya nyaman

Orang lain mau,

Hidup seperti dirinya

Dia serta-merta terheran-heran,
mengapa dia-dia tak pernah melihat hidupnya lebih dalam?

Iya, dia mendapatkan semua yang ia mau
Tapi, apakah membuatnya bahagia?
Tidak.

Dia lalu mulai mengaco
Tanpa pengaruh alkohol apapun dia berkata,

"Kenapa bisa merindukanmu?"
"Apa istimewanya?"
"Tapi, kenapa bisa?"
"Kenapa aku tak mau tidak memikirkanmu?"
"Kenapa kamu baik."
"Kenapa coba katakan?"
"Kenapa aku tak mau kamu sakit?"
"Kenapa bisa?"
"Kenapa rencanaku selalu meleset?"

Setelah aku diam cukup lama
Menarik nafas dan membuangnya
Melepaskan bulir-bulir air di pelupuk
Dia kembali berceloteh

"Kenapa ada agama kalau fungsinya membatasi?"
"Kenapa 'perbedaan' selalu jadi pikiranku?"
"Tapi kenapa aku tak perduli?"
"Agama untukku dari lahir sampai mati harus tetap, kenapa?"
"Tapi kenapa tiap saat aku denganmu, aku melupakan 'beda' itu?"

Runtuh teori tarik-buang nafasku
Pelupuk berat menahan
Akhirnya pelupuk melepaskan
Dadaku sesak, penuh kesalahan
Udara tiba-tiba saja menghilang dari peredaran
Aku masih harus bertahan

Laki-laki itu berkata lagi...

"Aku mau sama kamu."

Aku masih diam
Tak tahu apa yang harus aku katakan
Itu pertanyaan atau memojokkan,
bahkan aku tak yakin.

Ini belum selesai begitu saja
Tapi ada kalanya aku harus mulai suatu kata

"Bukanlah mudah (apapun keadaannya) menerima kembali seseorang yang pernah 'melontarkan' kita (sekalipun ia terpaksa). Kau mungkin mengayunkan aku perlahan, tapi sadarkah? Itu mematikan. Aku menyayangimu, masih seperti dulu. Tapi, aku bukanlah yang dahulu. Katakanlah- aku sekarang harus lebih pintar dan mematikan darimu. Tapi, ini bukanlah kompetisi. Aku tak mau kita bersaing, lebih baik kita saling berbalas. Iya, berbalas kasih."



Selamat Malam dan Maaf .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar