Rabu, 09 Oktober 2013

Peron 3

kembali, aku mencoba menguatkan hatiku sendiri dihadapanmu. kau meraih tanganku dan memegangnya erat. kurasakan berat langkah kita menyusuri peron 3 ini. kau memilih pergi, bukan untuk pergi jauh dari hatiku, namun dari pandangan mataku, dari tubuhku yang selalu rindu akan pelukmu. dan kau, memang harus pergi. perjalananmu nanti jauhnya belum seberapa, kau hanya pergi ke kota Batavia dari kota Jogja. beasiswa tersebut membawamu jauh dariku, mendekatkan hasratmu pada impian-impianmu. aku mau tak mau harus dapat mengerti dan mengalah. aku bahagia, bila kau bahagia. kata-kata yang sangat pasaran, namun hanya sedikit orang yang mampu membuatnya berharga dan istimewa. 
"keretaku sudah tiba."
"aku tau, dan kau harus segera pergi. aku tau."
"aku ingin bertanya padamu.."
"lalu aku akan bersedia menjawabnya.."
kau tersenyum kecil melihat mataku yang penuh rayu untuk menahanmu.
"sungguh maukah kamu menungguku? beberapa bulan sekali kau akan selalu beradu hati dengan kereta itu. untuk melepaskanku kembali dan melepaskanku lagi untuk yang kesekian kali."
"hm.", aku tersenyum sinis. "katakan padaku wanita mana yang sungguh-sungguh mau? kau tau, aku sungguh berat melepasmu. harus membenci kereta itu untuk berulang kali mengantarmu, tak masalah, sungguh. aku... aku...hanya benci bila terkadang aku berpikir suatu hal yang buruk tentangmu."
"kau percaya aku, benarkan?"
"tentu. aku akan berusaha untukmu."
"terimakasih.."
"iya. pergilah kalau begitu, lihat masinis itu mulai melirik sinis pada kita? apakah itu sebabnya ia dinamakan masinis?" mataku membelalak menatap wajahmu.
kau tiba-tiba memelukku dan menempelkan kepalamu pada bahuku. seketika bahu kita sama-sama bahas dan bergetar.
"kau cengeng!", kataku memukul lembut pundaknya.
"aku pergi dulu. jaga diri baik-baik dan jangan sampai menghilang dari sonarku." kau kecup mesra keningku dan berlalu menuju kereta biru.
kereta pun perlahan mulai bergerak dan segera menjauh pergi dari stasiun. sedetik kemudian telepon genggamku berdering, kamu.
"iya? ada yang kau lupakan?"
"tidak, aku tidak lupa. aku menolak lupa untuk berkata, aku sayang kamu..."
"kau ini...aku juga sayang kamu.."
"jadi, kau siap mengayuh kanomu sendiri untuk sementara waktu? dan kita kan bertemu pada dermaga rindu yang sama?"
"aku siap. kau udah melengkapiku dengan semua peralatan yang aku butuhkan. kau nahkoda kano terbaik yang pernah aku punya. teruslah menjadi navigasi utamaku."
"aku tau. tentu! dan tetaplah menjadi asisten nahkoda terbaik untukku. sampai jumpa."
"sampai jumpa..rindu."
klek.
sambungan terputus. dan aku harus berjalan keluar stasiun dengan senyum mengembang. perjalanan kita baru saja dimulai, rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar