Rabu, 10 April 2013

Seakan-akan Kau Milikku

Hai, -malam hingga pagi butaku- 

Banyak sore yang aku lewatkan tanpamu di sampingku. Banyak senja yang aku sia-siakan tanpa kehadiran bahumu di sisiku.

Melewatkan begitu banyak pemandangan jingga di barat sana-yang seolah-olah. Melewatkan semua udara panas yang berganti giliran dengan udara yang lebih dingin. Makin dingin, makin pekat langit malam, makin basah.

Banyak kursi kosong di tempat-tempat favoritku yang aku lewatkan. Aku berhenti mendudukinya semenjak kamu ada, tapi tidak di sampingku. Sengaja memang aku siapkan jika suatu saat nanti kau hadir. Sekiranya kau sudi menyisihkan waktu denganku. Barang lima belas menit atau lebih dan lebih. Untuk sekedar berbagi secuil cerita hidupmu disana dan hidupku disini-yang kita lalui tanpa kehadiran ragaku maupun ragamu. Iya, bahkan kalau kau mau, akan kuajak kau berbagi dentingan gelas yang bertemu, memadu rindu. Bukan, bukan beer, aku tak mau mabuk dan melewatkan raut wajahmu barang sedetik. Isinya gelas itu bisa kau pilih, kau suka apa? Kalau aku, akan ku isi dengan segelas penuh coklat panas.

Mentari sore lama-lama menghilang juga. Dan aku masih menunggumu sembari menatap langit luar dari jendela kamar. Gelap, sebenarnya. Tanpa bulan dan tanpa bintang. Mungkin karena awan cumulus nimbus tadi mampir sejenak di berandaku. 

Kutengok layar dengan papan kunci berwarna putih yang duduk manis diatas bantal kecil kesayanganku. Masih, kamu belum muncul. Terkadang, aku memilih untuk jatuh cinta pada malam saja. Setidaknya dia hadir selalu tepat waktu. Tapi, dia bukan kamu. Baiklah, ku-urungkan niatku. Aku tetap jatuh cinta padamu.

Entah pukul berapa, speaker dari rumah-Nya memanggil dan memberi tanda untuk menghentikan sejenak duniaku yang penuh kamu dan menunggu. Aku sentuh air yang sebelumnya sudah aku rapal. Berharap aku tidak melewatkan satu pun urutan. Berharap aku tidak terlalu melupakan.

Sudah sekitar empat bulan ini, namamu tersemat di akhir doaku. Bahkan kadang mungkin aku lupa untuk berdoa demi kelancaran ujianku. Bagian akhir dari doaku selalu menjadi bagian yang aku tunggu-tunggu. Tak sabar memberitahukan Tuhan. Tentu saja aku menyebutkan keluargamu dalam doaku jua. Dan tiap akhir dari doaku-yang tentang kamu-itu, aku sampaikan padaNya agar kau juga tidak jauh-jauh dari Tuhanmu. Aku tidak pernah berharap kita sama. Aku berharap kita dapat meleburkan beda dan menjaganya agar selalu berbeda namun dalam bahagia. 

Empat jam dari pukul enam sore kau baru memunculkan tanda-tanda kehidupan. Kamu ini, selalu saja minta dirindukan. Sapamu adalah hal yang paling aku tunggu. Dan kau mengabulkan apa yang aku tunggu. Kamu memang juaranya!

Lagi-lagi aku bertemu pagi, seperti hari-hari sebelumnya yang sudah kita lewati. Empat bulan akhir-akhir ini menjadi hari-hari menyambut pagi buta yang tak sia-sia. Karena ada kamu, apalagi kalau bukan itu. 

Hai, laki-laki kurus dengan rambut ikal.

Iya aku sedang menulis tentangmu. Bersikaplah tak tahu apa-apa, karena itu yang membuatku tetap menyematkan kamu dalam tiap karya.

Hai, laki-laki dengan sejuta rahasia.

Tetaplah menjadi rahasia terbesarku. Agar aku terus berimajinasi dan menerka-nerka. Tapi suatu saat, kamu sudah menganggap waktunya tepat, beri tahu aku apa yang perlu aku tahu ya. Kau sudah jatuh cinta pada wanita lain, misalnya.

Selamat Bekerja dengan embun, editor--yang seakan-akan punyaku.









Note untuk Si Malam-hingga-Pagiku (seakan-akan)
' jangan mudah menyerah, pada ; jarak, waktu, dan perbedaan.
' jangan udah bosan, pada ; aku, pagi, hingga malam kita.
' jangan menjadi seperti dia yang suka ; menyerah dan bosan.
' jangan dibaca note ini kalau ini bukan buat kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar